Santri Sang Pembelajar

Alhijrah.co – Dalam dunia Pendidikan dan pembelajaran di Indonesia, Pondok Pesantren merupakan wadah pendidikan pertama dan tertua, merupakan sebuah iklim pendidikan yang memiliki kekhasan dalam mengkaji berbagai disiplin ilmu agama dan membentuk berbagai karakter pembelajar. Karena sifat keislaman dan keindonesiaan terintegrasi dalam pesantren menjadi daya tariknya, termasuk hal kesederhanaan, system manhaj yang terkesan apa adanya, hubungan kiyai dan santri serta keadaan fisik yang serba sederhana, menunjukkan sosok santri sang pembelajar.

Mengambil pandangan Gus Dur, beliau menyebutkan pesantren harus menjadikan ilmu agama sebagai dasar, tanpa meninggalkan pengetahuan yang lain agar santri lebih dapat mengembangkan potensi dirinya, keberadaan kitab kuning difungsikan oleh kalangan pesantren sebagai referensi nilai universal dalam menyikapi segala tantangan kehidupan.

Bacaan Lainnya

Maka dapat diambil pemahaman bahwa kitab kuning sebagai mata rantai keilmuan Islam yang dapat bersambung hingga pemahaman keilmuan Islam masa tabi’in dan sahabat hingga sampai pada Nabi Muhammad.

Belajar dan Mengajarkan

Potret santri dan pesantren pada dasarnya sebuah interaksi dan kolaborasi, melalui penempatan asrama santrinya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai.

Santri belajar dengan tekun memperdalam ilmu agama, sangat strategi jika santri belajar ilmu agama dengan penuh kesungguhan dan ketaatan. Melalui sebuah kebiasaan belajar, santri menemukan cara belajar yang dibuat yang didapat melalui belajar secara berulang-ulang yang akhirnya menjadi hal yang menetap dan berjalan dengan sendirinya

Dalam belajarnya, santri memiliki berbagai hal yang dapat dikenali dengan khas pada santri, kemampuan santri, minimal santri dapat: 1) Menerjemahkan (translation) pengertian menerjemahkan bisa diartikan sebagai pengalihan arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Dapat juga diartikan dari konsepsi abstrak menjadi suatu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya.

2) Menginterpretasi (interpretation) santri dalam belajarnya memiliki kemampuan yang lebih luas daripada menerjemahkan. Ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami. Menafsirkan dapat dilakukan dengan cara menghubungkan pengetahuan yang lalu dengan pengetahuan yang diperoleh berikutnya, menghubungkan antara grafik dengan kondisi yang dijabarkan sebenarnya, serta membedakan yang pokok dan tidak pokok dalam pembahasan.

3) Mengekstrapolasi (extrapolation) santri dapat senantiasa mengekstrapolasi menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi karena seseorang dituntut untuk bisa melihat sesuatu dibalik yang tertulis. Mengimajinasi kritis tentang konsekuensi atau memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.

Hebatnya santri mereka tidak hanya belajar, namun santri juga sebagai pengajar, menjadi guru yang berperan bisa mengarahkan peserta didik dalam kecerdasan dan akhlakul karimah yang mana akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengutip dalam kitab Adabul Alim wal Muta’alim guru harus mempunyai adab yang bisa diberikan atau sebagai suri teladan bagi para peserta didik,

Diantaranya karakter dan sosok santri sebagai guru, yang selalu merasa diawasi Allah Swt saat sendiri atau bersama orang lain. Senantiasa takut kepada Allah Swt dalam setiap gerak, diam, ucapan dan perbuatan. Selalu tenang, mempunyai sifat wara’, tawadhu, dan khusyuk kepada Allah.

Guru yang menampilkan, memasrahkan semua urusan kepada Allah swt dan tidak menjadikan ilmunya sebagai batu loncatan untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi. Tidak memuliakan para penghamba dunia dengan cara berjalan dan beridiri untuk mereka, keuali bila kemaslahatan yang dituimbulkan lebih besar dari kemafsadahn-nya.

Terwujudnya santri menjadi pembelajar sepanjang hayat, yang tidak hanya belajar namun juga mampu mengajar dengan baik dan penuh adab, akhlak dan ketaatan kepada Rasulullah dan Allah SWT. Semoga hari santri nasional 2023 ini meneguhkan sikap santri sebagai sang pembelajar, sosok yang senantiasa pembelajari berbagai ilmu.

Wallahua’lam

Penulis: Mohammad Salehudin (UINSI Samarinda)

Pos terkait