Alhijrah.co,-Sebagian dari hal yang bisa membatalkan puasa ialah masuknya sesuatu ke rongga tubuh bagian dalam atau disebut dengan Al-Jauf. Hal tersebut seperti menelan makanan ataupun minuman ke dalam perut yang dimasukkan melalui mulut.
Kemudian, bagaimana hukumnya menelan air ludah bagi orang yang tengah berpuasa? Pasalnya air ludah atau air liur tersebut berada pada bagian mulut?
Dalam tinjauan fiqih, menelan air ludah hukumnya tidak membatalkan puasa selama memenuhi tiga kriteria berikut ini. Pertama, ludah tersebut masih murni, dalam arti tidak tercampur atau terkontaminasi oleh perkara lain. Kedua, ludah yang tertelan merupakan langsung dari sumbernya (dalam mulut). Ketiga, menelan ludah dalam batas adat (normal).
Ketiga kriteria ini sebagaimana diterangkan oleh Imam An-Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya:
Artinya: “Menelan air ludah hukumnya tidak membatalkan menurut kesepakatan ulama, selagi dalam batas adat (normal). Karena hal tersebut sulit untuk dihindari, Ashab Syafi’i berkata: Tidak membatalkan dengan tiga syarat yakni: Pertama, ludah tersebut masih murni, maka apabila ia tercampur dengan perkara lain dan warnanya berubah maka dapat membatalkan dengan menelannya. Kedua, ludah yang tertelan merupakan langsung dari sumbernya (dalam mulut). Seandainya ludahnya itu keluar dari mulut kemudian disedot atau dikembalikan oleh lidahnya dan ditelan maka hukumnya dapat membatalkan. Ketiga, menelan ludah dalam batas adat (normal) apabila ludahnya dikumpulkan dulu di dalam mulut lantas ditelan, maka ada dua pendapat, menurut pendapat yang ashah hukumnya tidak batal.” (Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab [Beirut: Dar Al-Fikr], vol. 6, h. 317)
Kriteria air ludah yang tidak membatalkan puasa itu juga disampaikan oleh Syekh Ibn Hajar Al-Haitami (wafat 974 H) beliau menyatakan:
Artinya: “Dan juga puasa tidaklah batal sebab menelan air liur yang suci dan murni dari mulutnya walaupun setelah mengumpulkannya dan walaupun ia telah mengeluarkannya di atas lidahnya, sebab sulitnya menjaga hal tersebut dan karena hal tersebut tidak keluar dari dalam mulutnya, sebab jika lidah diulurkan keluar dari mulut, maka lidah tidak dapat dipisahkan dari sesuatu yang berasal dari dalam mulut (air liur).” (Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali Ibn Hajar Al-Haitami, Al-Manhaj Al-Qawim Ala Muqaddimah Al-Hadramiyyah [Beirut: Dar Al-Kutub Ilmiyah], vol. 1, h. 247)
Kemudian bila terdapat orang yang dengan sengaja mengumpulkan air ludahnya hingga terkumpul banyak, baru kemudian ditelan setelah terkumpul banyak tersebut, apakah lantas membatalkan puasa?
Merujuk ketetapan fiqih mazhab Syafi’i, maka hukumnya tetap tidak membatalkan kecuali jika ludah tersebut bercampur dengan darah dari gusinya atau ludah itu sudah dikeluarkan sampai batas kedua bibirnya yang tampak maka hukumnya dapat membatalkan.
Mengenai hal tersebut, Syaikhul Islam Syekh Zakariya Al-Anshari (wafat 926 H) mengemukakan:
Artinya: “Jika seseorang menelan ludahnya yang murni, maka hukumnya tidak membatalkan puasa sebab sulitnya menjaga. Meskipun ditelan setelah terkumpul banyak, sebab hal itu tidak keluar dari sumber asalnya dan menelannya secara terpisah-pisah juga diperbolehkan. Dan bisa batal puasanya jika ludah itu terkontaminasi oleh najis seperti orang yang gusinya mengeluarkan darah atau orang yang mengonsumsi perkara najis, dan ia tidak membasuh mulutnya hingga waktu Shubuh meskipun ludahnya berwarna putih bening.” (Zakariya bin Muhammad Al-Anshari, Asna Al-Mathalib fi Syarh Raud At-Thalib [Beirut: Dar Al-Kitab Al-Islami], vol. 1, h. 416)
Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa menelan air ludah atau air liur entah disengaja ataupun tidak hukumnya tidak membatalkan puasa selama air ludah tersebut memenuhi tiga kriteria yang telah dijelaskan. Jika tidak memenuhi tiga kriteria itu maka hukumnya dapat membatalkan puasa. Wallahu a’lam bisshawab.