Artinya, “Dan jika anda beristinsyaq maka berlebihanlah kecuali jika engakau sedang berpuasa” (Imam Baihaqi, As-Sunanul Kubra, [India: Darul Ma’arif: 1352], juz IV, halaman 261).
Hal ini menunjukkan bahwa saat seseorang tidak dianjurkan untuk melakukan mubalaghah ketika istinsyaq saat berpuasa.
Mubalaghah dalam Istinsyaq Maksud dan gambaran mubalaghah dalam menghirup air ke hidung menurut Syekh Nawawi Banten dalam kitab At-Tsimarul Yani’ah adalah sebagai berikut:
Artinya, “(Dan dimakruhkan bagi orang puasa) berlebih-lebihan dalam berkumur-kumur dan menghirup air kehidung. Berlebihan tersebut ada dua gambaran. Pertama, sampainya air pada pangkal rahang/langit-langi mulut atau pangkal hidung. Kedua, penuhnya mulut atau hidung oleh air di luar kebiasaan, walaupun airnya tidak naik. Dua gambaran inilah yang dimaksud dengan mubalaghah di sini.” (Nawawi Banten, At-Tsimarul Yani’ah, [Beirut: Darul Kutub Ilmiah: 1971] halaman )
Hukum Mubalaghah saat Berpuasa Sunah atau Wajib Adapun mubalaghah atau menghirup air kehidung secara optimal dalam wudhu ketika berpuasa seperti yang dijelaskan dalam kitab At-Tsimar Al-Yani’ah ada dua hukum. Tergantung jenis puasanya:
1. Jika puasanya sunah, maka hukum mubalghah adalah makruh;
2. tapi jika puasanya wajib, maka hukum mubalaghah adalah haram.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami, orang puasa masih tetap disunahkan melakukan istinsyaq tapi tidak boleh berlebihan (mubalaghah/melakukannya secara optimal). Hal ini dalam rangka kehati-hatian agar puasanya tidak batal.
Namun, jika ia melakukan istinsyaq tanpa berlebihan tapi ternyata tanpa sengaja ada air terhirup ke rongga hidung atau airnya masuk melewati tulang keras pada hidung, maka hukum puasanya tetap sah, tidak batal. Kecuali jika istinsyaqnya pada bilangan keempat atau di luar kesunahan wudhu. Wallahuu a’lam.
Ustad Asep Rudiansyah, Alumni PKU-MUI Cianjur Angkatan II