Prof. Dr. Zurqoni, M.Ag Rektor UIN Sultan Aji Muhammad Idris SamarindaProf. Dr. Zurqoni, M.Ag Rektor UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda
Oleh : Prof. Dr. Zurqoni, M.Ag / Rektor UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda
SAMARINDA,-Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat Muslim yang mampu, baik secara fisik maupun finansial. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan haji, salah satunya dengan mengusung tagline “Haji Ramah Lansia.” Inisiatif ini bertujuan untuk memberikan pelayanan khusus yang lebih baik dan humanis bagi jemaah lanjut usia (lansia), yang sering menghadapi tantangan fisik dan kesehatan selama pelaksanaan ibadah haji.
Penyelenggaraan haji ramah lansia mencakup berbagai aspek, mulai dari fasilitas akomodasi yang lebih nyaman, layanan kesehatan yang lebih intensif, hingga kebijakan fleksibel seperti skema tanazul. Dengan adanya program ini, diharapkan para jemaah lansia dapat menjalankan rangkaian ibadah haji dengan lebih aman, nyaman, dan khusyuk, sehingga mereka dapat meraih haji yang mabrur tanpa terkendala oleh keterbatasan fisik.
Pemerintah juga memberikan pelatihan khusus kepada petugas haji agar mereka lebih siap dalam menangani kebutuhan khusus jemaah lansia. Langkah ini menunjukkan komitmen Kementerian Agama Republik Indonesia dalam menciptakan penyelenggaraan haji yang inklusif dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya mereka yang berusia lanjut.
Dalam konteks fiqih, skema tanazul pada haji merujuk pada praktik kebijakan dalam penyelenggaraan ibadah haji yang memungkinkan jemaah, terutama yang lanjut usia atau memiliki kebutuhan khusus, untuk bertukar jadwal atau tempat dengan jemaah lain demi kemudahan dan kenyamanan mereka. Tanazul dirancang untuk memberikan fleksibilitas dan mengurangi beban fisik serta risiko kesehatan yang mungkin dihadapi oleh jemaah yang memiliki kondisi tertentu selama pelaksanaan ibadah haji.
Adapun beberapa prakti tanazul antaranya Tanazul untuk Jamaah Lansia: Seorang jamaah lansia yang dijadwalkan untuk mabit (bermalam) di Mina selama tiga malam bertukar jadwal dengan jamaah yang lebih muda dan sehat, sehingga lansia tersebut hanya perlu mabit satu malam dan dapat kembali ke penginapan lebih cepat untuk istirahat.
Tanazul untuk Jamaah Sakit, Jamaah yang mengalami masalah kesehatan bertukar jadwal wukuf di Arafah dengan jamaah lain, sehingga dia bisa mendapatkan tempat yang lebih dekat dengan fasilitas kesehatan.
Tanazul untuk Kenyamanan, Jamaah dengan keterbatasan mobilitas dapat bertukar tenda dengan jamaah lain yang berada lebih dekat dengan tempat ibadah atau fasilitas penting, sehingga memudahkan pergerakan mereka.
Tanazul perpulangan, skema yang memungkinkan jemaah haji untuk pulang lebih awal dari jadwal yang telah ditentukan, biasanya karena alasan kesehatan atau kebutuhan mendesak.
Dalam pandangan fiqih, skema tanazul diperbolehkan dan bahkan dianjurkan untuk kemaslahatan. Kajian fiqih sangat menghargai kemudahan (taysir) dan menghindari kesulitan (raf’ul haraj) bagi umat. Tanazul memberikan kemudahan bagi jemaah yang memiliki kondisi kesehatan atau kebutuhan khusus. Adapun dalil yang mendukung konsep ini yakni Al-Qur’an, Surah Al-Hajj (22:78): “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Kemudian Hadis Nabi SAW: “Permudahlah dan jangan mempersulit…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kedua dalil ini menegaskan prinsip dasar dalam Islam yang memberikan keringanan dan kemudahan dalam pelaksanaan ibadah bagi mereka yang membutuhkan. Hikmah dari adanya skema tanazul bisa diketahui dari perbandingan data jumlah jamaah haji yang berpulang ke rahmatullah. Dilansir dari berbagai media, jumlah jamaah haji yang meninggal dunia pada tahun 272 orang. Jumlah ini lebih kecil dibanding jumlah kematian pada jamaah haji di tahun sebelumnya 2023 yang mencapai 469 orang.
Skema tanazul dalam ibadah haji tidak lepas dari berbagai langkah inovatif Kementerian Agama dibawah kepemimpinan sekaligus Amirul hajj Indonesia Gus Menteri Yaqut Cholil Qoumas yang patut diapresiasi secara penuh. Kebijakan ini tidak hanya menunjukkan fleksibilitas dalam menghadapi tantangan logistik dan kesehatan jemaah, tetapi juga mencerminkan kepedulian terhadap kondisi fisik dan psikologis mereka, terutama yang lanjut usia atau memiliki kebutuhan khusus.
Dari segi kesehatan, tanazul memungkinkan jemaah yang rentan untuk menghindari kondisi yang bisa memperburuk kesehatannya, seperti kepadatan dan panas ekstrem di Mina. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberikan pelayanan terbaik bagi jemaah haji, sesuai dengan prinsip mashlahah atau kemaslahatan umum dalam Islam.
Selain itu, skema tanazul juga mencerminkan nilai-nilai gotong royong dan saling membantu dalam komunitas Muslim. Dengan adanya tanazul, jemaah yang mampu secara fisik dapat membantu mereka yang membutuhkan, baik melalui pertukaran jadwal keberangkatan maupun kepulangan atau bantuan langsung di lapangan.
Namun, pelaksanaan skema ini harus terus dievaluasi dan ditingkatkan. Edukasi kepada jemaah tentang prosedur dan manfaat tanazul perlu ditingkatkan agar mereka lebih memahami dan bisa memanfaatkannya secara optimal. Petugas haji juga harus dilatih untuk menangani proses tanazul dengan efisien, mengurangi potensi kesalahpahaman dan kendala teknis di lapangan.
Secara keseluruhan, skema tanazul adalah solusi yang efektif dan penuh empati dalam penyelenggaraan ibadah haji. Keberhasilannya dalam mengurangi risiko kesehatan dan memberikan kenyamanan bagi jemaah menjadi bukti nyata bahwa kebijakan ini layak diteruskan dan dikembangkan lebih lanjut di masa mendatang.#

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *