Akan tetapi tidak jarang beberapa persiapan untuk berbuka puasa tidak tersedia di meja makan. Biasanya manis didapatkan dari teh manis, kolak, kopi manis, buah-buahan dan lain-lain. Kesemua itu adalah menu berbuka puasa yang lazim terjadi.
Lantas adakah berbuka puasa yang tidak lazim? Misalnya berbuka puasa dengan cara berhubungan intim/menjimak istrinya?
Berbuka puasa dengan cara unik ini pernah dilakukan oleh Abdullah bin Umar atau dikenal Ibnu Umar. Imam Al-Dzahabi menuturkan perkataan Ibnu Umar dalam kitab Siyar A’lam Nubala’
Artinya: “Aku diberikan sedikit (kenikmatan) hubungan intim yang setahuku tidak ada orang lain yang diberikan kenikmatan itu kecuali Rasulullah.”
Artinya: “Konon Ibnu Umar mengawali berbuka dengan menjimak istrinya.”
Imam at-Tabrani dalam kitab al-Mujamul Kabir dari Muhammad ibn Sirin juga mengemukakan:
Artinya: “Terkadang Ibnu Umar itu berbuka puasa dengan menjimak istrinya.”
Tentu maksud perkataan Ibnu Umar ini berkaitan dengan hasrat seksualnya yang memang tinggi. Jadi, maklum jika sewaktu-waktu ia berbuka puasa dengan langsung menjimak istrinya, tanpa memulai takjil dengan makanan-minuman yang manis.
Al-Qadhi Husain menafsirkan, tidak menutup kemungkinan juga Ibnu Umar mencicipi makan-makanan terlebih dahulu saat berbuka puasa, baru kemudian berhubungan intim. Al-Ghazali berkata dalam Ihya’ Ulumuddin:
Artinya: “Begitupula dikisahkan tentang Ibn Umar yang merupakan sahabat yang zuhud serta alim, ia mengawali berbuka puasa dengan jimak, sebelum makan dan terkadang menjimak tiga selirnya di bulan Ramadhan sebelum Isya’ akhir.”
Hubungan intim/jimak dengan pasangan yang sah merupakan salah satu ibadah yang bernilai sedekah dan bisa membersihkan hati sehingga mudah fokus untuk menjalankan ibadah lain, seperti sholat sunnah tarawih, tadarus, tahajud.
Nabi Muhammad bersabda terkait menggauli istri bernilai sedekah:
Artinya: “Hubungan badan salah seorang di antara kalian adalah sedekah. Para sahabat berkata: Wahai Rasulullah, apakah dengan kami mendatangi istri kami dengan syahwat itu mendapatkan pahala? Beliau menjawab: Bukankah jika kalian bersetubuh pada yang haram, kalian mendapatkan dosa. Maka demikian juga jika kalian bersetubuh pada yang halal, tentu kalian akan mendapatkan pahala.” [HR. Muslim 1674]
Al-Nawawi menjelaskan dalam Syarah Sahih Muslim 1446:
Artinya: “Hadits ini menjadi dalil bahwa perkara mubah bisa bernilai ketaatan sebab niat. Hubungan intim /jimak bernilai ibadah apabila diniati memenuhi hak istri, menggaulinya dengan baik, berharap melahirkan anak salih, menjaga diri maupun istri terjerumus dari perbuatan tercela dengan melihat perkara haram, dan memikirkannya,”
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa menyegerakan berbuka puasa dengan menjimak istri tanpa makan dan minum terlebih dahulu itu hukumnya boleh. Perkataan Ibn Umar di atas menjadi referensi penting, khususnya bagi mereka yang sudah tidak mampu menahan hasratnya, terlebih yang masih dalam suasana pengantin baru atau bulan madu. Setelah itu, dia bisa konsentrasi untuk melakukan ibadah lainnya di bulan Ramadhan. Wallahu a’lam bisshawab